CAPS LOCK: HASTAG KAMPUS FIKSI EMPAT BELAS! - PART 2
(Sebuah curhat memble dari seorang peserta #KampusFiksi yang sedang
main petak umpet dengan tulang rusuk)
PART 2
#KampusFiksi14 |
Perkenalan
dimulai.....
Pertama
ada Wakhidati Maimunah, cewek berjilbab asal Ambarawa, Kabupaten
Semarang. Biasanya dipanggil Dati. Dia sekarang masih berjuang menyelesaikan
skripsinya supaya bisa cepet-cepet menyabet gelar Sarjana Psikologi. J >
FYI,
Si Dati ini adalah teman sekampusku loh. Aku mah udah kenal dia sedari
lama, sejak 2011 yang lalu pas awal sama-sama ikut UKM Jurnalistik seperti yang
telah aku jelaskan panjang lebar diawal. Pas tahu dia ada didaftar angkatan
yang sama kayak aku di Kampus Fiksi, berasa dream comes true banget.
<halah, lebay! Padahal juga nggak pernah ngimpi ikutan
Kampus Fiksi barengan :p >
Tapi
kita nggak datang barengan, maklum jarak telah memisahkan kita. <Ciaelah...>
Oke,
lanjut ke orang selanjutnya....
Tri
Hermawan. Ya,
peserta yang asalnya dari satu kabupaten yang sama kayak aku ini namanya emang
Tri Hermawan, tapi kalau kenalan dia suka mempersulit penyebutan namanya
sendiri jadi Triher. Dia sekarang juga sibuk skripsi-an kayak si Dati, cuma dia
kuliah di Solo. Ah, kampusnya deket sama tempat kerjaku. Walau dari satu
kabupaten yang sama, aku baru kenal anak ini pas di Kampus Fiksi. Terima
kasih Kampus Fiksi, udah kasih saudara baru J
Orang
ke tiga namanya Syaifullah. Cowok. <yaiyalah...> Lebih
banyak yang manggil dia Ipul. Soalnya emang udah kodrat kali ya, orang
yang namanya Syaiful gitu pasti dipanggil Ipul. Saiful Jamil, misalnya, dia kan
juga dipanggil Bang Ipul. Tapi jangan pernah berpikiran Ipul Kampus Fiksi ini
mirip sama Bang Ipul yang demen banget nyanyi itu, beda lah
pokoknya. Jauh. Mending Ipul Kampus Fiksi ke mana-mana, hahaha <todong
gopek!>
Ipul
ini kuliah di Jogja, jadi aku yakin kalau perjalanannya dari tempat tinggalnya
di Jogja ke Gedung Kampus Fiksi nggak akan sama kayak ceritanya anak Palembang
atau anak Lombok. Hahaha. Tapi Si Ipul ini sebenarnya asli dari Riau loh,
wah. Semoga bencana asap segera berakhir yah... #SaveRiau
Family! |
Orang
ke empat. Namanya Sri Wahyuni, tapi lebih akrab disapa Riri, Mbak Riri. Pas
pertama tahu tuh orang, aku nyangka-nya dia panitia atau alumni
Kampus Fiksi gitu, soalnya ceplas-ceplos banget. Eh, tau-nya
peserta juga. Kalau lihat mejanya, wah kayak ibu-ibu jualan di pasar pindah ke
situ, banyak banget cemilan-nya. Laptop dan gadget nggak
termasuk lho ya. Ntar dikira cemilan juga.
Mbak
Riri ini asalnya dari Jakarta, tapi fasih banget ngomong Jawa-nya, sebenarnya
kau orang mana sih, Mbak???
Nah,
peserta selanjutnya adalah peserta yang masuk kategori fenomenal juga. Namanya
Sri Amalia K.W. agak
lupa apa itu kepanjangannya K.W.> Dia
ini asalnya dari Palembang, yang diawal tak ceritain datang ke Jogja
naik bus antar-pulau itu ya ini orangnya. Walau namanya Sri Amalia K.W.,
tapi temen-temen termasuk aku juga pada manggil dia Black, sesuai
kemauannya juga sih. Sampai sekarang aku masih gagal paham kenapa dia minta
dipanggil Black, padahal dia ya nggak item-item banget sih.
Overal,
aku salut sama dia yang jauh-jauh datang dari Pulau Sumatera ke Jawa demi
Kampus Fiksi 14. TEPUK TANGAN BUAT BLACK!!!!
Lanjut
ke peserta selanjutnya, dia duduk di sampingnya Mbak Black, datangnya juga agak
telat. Udah pas acara pembukaan dimulai gitu. Siapa lagi kalau
bukan Septian Andrian Putra. Dilihat dari namanya, udah pada ngeh
kan dia ini dipanggil siapa? Andrian? No! Septi, men,
panggilannya, SEPTI!
Orangnya
gokil banget, mahasiswa semester awal, aslinya dari Madiun tapi sekarang kuliah
di Jakarta. Suka banget nimbrung kalau ada yang bahas masalah 18+. Soal
yang bau ke “sono-sono” itu. Anu-anu. <skip, apalah ini?>
Yang
pasti, Si Septi ini yang buat suasana jadi mencair dan heboh. Sayangnya, dia
harus pulang duluan sebelum penutupan, katanya besoknya harus ikut UTS.
Sebelahnya
Septi ada Mustika, siapa ya nama lengkapnya? Lupa! <Faktor U, kali
ya?>
Si
Mustika atau yang biasa dipanggil Tika ini asalnya dari Malang, Jawa Timur.
Berjilbab, berkacamata. Kalau dilihat sekilas dia itu masuk kategori
cewek-cewek alim gitu, tapi ternyata ide-ide tulisannya begitu liar.
Errrr..
Jangan
mikir macem-macem dulu, liarnya nggak kayak Septi kok. Dia
katanya lagi nulis soal Sepak Bola. Hal yang menurutku masih berat untuk
dijadikan sebuah ide cerita, apalagi buat seorang cewek. Salut deh buat Tika,
semoga segera rampung yah, biar aku bisa cepet baca J Oh, ya, Tika ini juga menurutku yang
paling banyak tanya ke pemateri, dan pertanyaannya fokus, nggak nyleneh-nyeleh
kayak...... ah nggak usah tak sebutin udah pada tahu semua, kok!
Lanjut
ke Meilisa. Aku juga lupa sama nama lengkapnya, yang jelas dia dari
Bekasi, dan menurutku dia yang paling rempong diantara kami semua. Haisssh!
Sebenarnya aku nggak banyak ngobrol sama dia, tapi pas
diakhir acara, waktu sesi foto-foto, dia selalu saja nimbrung setiap ada
jepretan kamera. Aku yakin nih anak fotonya adalah yang paling banyak,
di kamera ponsel siapa saja pasti ada. Ckckck! Awas lho Neng
kalau sampai disantet! Ha-ha-ha...
Peserta
selanjutnya adalah yang paling mateng di antara kami semua. Hahaha.
Namanya Firman, biasanya teman-teman pada manggil Pak Firman,
soalnya dia memang sudah menjadi bapak dari anak-anaknya. Berasal dari Padang,
Pak Firman ini adalah seorang anggota dewan di sana, wuuuiiiiih. Jos, kan?
Beliau mengaku kalau perjalanannya ke Jogja itu juga perlu banyak perjuangan. secara
harus meninggalkan anak istri. Salut, deh buat Pak Firman J
Di
sebelah Pak Firman ada Mbak Fatyana Rachma Saputri. Buatku, nama ini udah
nggak asing lagi. FYI, Mbak Fatyana ini adalah kakak kelasku sewaktu SMP. Nah,
terbongkar kan rahasia kita... wkwkwkwk!
Walaupun
berada pada SMP yang sama, tapi baru kemarin pas di Kampus Fiksi itu aku ketemu
secara langsung dengan Mbak Fatyana. Soalnya dulu SMP-ku itu murid cewek sama
murid cowok-nya dipisah, jadi ya nggak pernah ketemu dari awal masuk
sampai lulus. Cuma, di SMP kan ada majalah sekolah gitu, nah Mbak
Fatyana ini kerap banget ngisi rubrik cerpen-nya. Dan aku ngefens
berat mbak sama cerpen-cerpenmu!
Kesan
ketemu Mbak Fatyana pertama kali sih, hmmmm... orangnya asik, dan
suaranya keren, imut-imut gimana gitu. Coba deh Mbak Fatyana ikut
audisi nyanyi, Indonesian Idol, X-Factor, atau Dangdut
Academy gitu, kayaknya bisa lolos tuh.
Peserta
berikutnya adalah yang paling muda di antara kami. Namanya Iqbal, nggak
tahu lengkapnya siapa. Dia dari Magelang, dan sekarang masih duduk di bangku
SMP kalau nggak salah kelas IX. Orangnya kalem, sering dijadiin objek
foto bersama cewek-cewek yang haus kasih sayang, jiahaahaahaa.. Tabahkan
dirimu ya, Nak! Oh, ya, Si Iqbal ini juga masih polos banget, pas ada
materi yang membahas hal-hal yang cukup vulgar, dan pembicara menyuruh dia
tutup kuping, eh dia tutup kuping beneran. Anak baik!
Sebelahnya
Iqbal ada peserta dari Cilacap yang sudah berstatus ibu dari dua orang putri.
Bu Erin Cipta. Udah pada kenal? Atau paling nggak udah
sering denger namanya? Dia memang penulis yang sudah malang melintang deh
pokoknya. Walau sudah ibuk-ibuk, tapi jiwanya masih muda banget, malah bisa
jadi lebih muda daripada kita semua. Ha-ha-ha!
Bu
Erin ini juga yang kemarin menjadi penulis cerpen terbaik dalam tantangan
menulis cerpen 3 jam Kampus Fiksi. Tepuk tangan buat Bu Erin!
Sampingnya
Bu Erin, ada Elsa... Let it go.. let it go.. let it gooooooo!
Tsaaaah. Fokus. Nama lengkapnya aku lupa, yang jelas dia berasal dari Semarang.
Dan ternyata dia sekampus sama aku, wah! Aku tahunya juga pas
acara udah mau kelar. Ceritanya aku lagi mau nge-add semua
akun facebook peserta Kampus Fiksi 14, lha pas nulis nama
lengkapnya Elsa ini di kolom pencarian facebook, eh ternyata sudah
berteman, sejak 2012 malah. Wah-wah, padahal aku di situ nggak banyak ngobrol
sama Elsa, kalau tahu se-kampus mah pasti dari awal udah tak ajak nggosip.
Buahaahaahaa! Piss Elsa!
Setelah
Elsa, ada Dwi Sri Utami. Ini entahlah panggilannya apa, Mbak Dhuwie
kali, ya. Dia anak Malang. Kota Malang, maksudnya. Bukan malang susah.
Masih mahasiswa, dan aku nggak banyak ngobrol sama dia. Padahal
duduknya nggak jauh-jauh amat, lho.
Anisa
Sholihat. Yak, dia
adalah nama peserta selanjutnya. Cewek berjilbab, mahasiswa di Jakarta. Nggak
banyak ngobrol juga sih sama dia, setahuku novelnya sekarang
sudah masuk ke penerbit dan tinggal nunggu naik cetak aja. Iya, gitu
kan Nis? Oh-ya, Anisa ini juga yang telah membuatkan aku mi goreng pas
malam terakhir ding, sampe-sampe dia yang buat malah cuma dapat telor
yang ancur, dan aku dapat yang utuh. Thank You, Anisa!
Seelahnya
Anisa ada cowok asal Kabupaten Semarang, Mas Ahmad Muhtarom. Dia ngaku
punya SIM Salatiga lho, lha kok bisa ya? Lumayan banyak ngobrol
sama dia, tapi aku juga bingung apa aja ya yang kemarin itu diobrolin?
Wah! Oh-ya Mas Tarom ini suka banget nyanyi-nyanyi pas di kamar. Tapi ya
nggak jelas juga dia nyanyi apa. Sepotong-sepotong doang sih.
Oke,
lupakan Mas Tarom, kita beralih ke mbak-mbak dari Bandung, Frilla Amanda.
Ini fiks namanya keren. Dia fresh graduate, bacaannya kayaknya berat,
penampilan modis abis. Walau duduk tepat di bangku belakangku, tapi aku nggak
banyak ngobrol sama dia. Jadi ya bingung mau cerita apa soal Mbak Frilla
ini.
Teman
sebangkunya Mbak Frilla ada anak Lampung, Latifah Desti namanya.
Orangnya lucu banget, pede juga. Suka nggodain Mas Agus Mulyadi!
Ha-ha-ha! Dia ini mahasiswi di Lampung, jurusan Fisika kalau nggak
salah. Perjuanganmu ke Jogja sangat luar biasa, Nak!
Nah,
peserta selanjutnya adalah yang duduk di sebelahku, Mas Lalu M Getar!
Namanya keren, kan? Dia anak Lombok, NTB. Fiks, keren juga anak ini, rela
perjalanan udara Lombok – Jogja demi Kampus Fiksi. Tak kira dia ini masih SMA, eh
ternyata udah mahasiswa semester 5. Orangnya lumayan aktif, aktif di
media sosial maksudnya. He-he-he. Buat-buat grup Kampus Fiksi di WhatsApp
gitu.
And
the last, selebriti
kita, Mas Agus Mulyadi. Nggak perlu dijelasin panjang lebar ya? Udah
pada kenal juga kok! Beruntung banget aku ikut Kampus Fiksi 14 ini, udah dapet
pelatihan gratis, makan gratis, eh ketemu artis gratis pula. Bisa selfie-selfie
cantik gituuu, eh -__- Makasih lho Mas Agus udah mau
diajak foto sama aku yang cuma remah-remah sisa teh pait.
Mas Agus Mulyadi dan Aku |
------#KAMPUSFIKSI14-------
Wah
perkenalannya terlalu lama ya? Sorry, keenakan curhat sih.
Pasca-perkenalan
dengan peserta itu, dilanjutkan dengan perkenalan panitia dan alumni. Nggak
perlu disebutin satu-satu deh, banyak banget. Yang jelas anak-anak Kampus Fiksi
ini solid banget, alumni Kampus Fiksi Angkatan 1 aja banyak yang masih dateng
buat meramaikan acara kok, padahal Kampus Fiksi Angkatan 1 kan entah zaman
kapan pelaksanaannya. Wah, kalian luar biasa. Kakak-kakak yang alumni lain pun
begitu. Btw, mereka juga udah banyak nelurin buku lho, ada
yang novel, non fiksi, dan lain-lain.
Setelah
perkenalan, kita istirahat. Esoknya, acara pelatihan di mulai. Materi pertama
adalah teknik kepenulisan yang langsung disampaikan oleh Pak Edi Akhiles,
lumayan dapat banyak ilmu di sini. Nulis fiksi ternyata nggak
bisa cuma mengandalkan imajinasi, perlu riset, dan itu sangat penting! Terima
kasih ilmunya, Pak!
Setelah
Pak Edi, ada Mbak Ajjah yang ngisi materi editing. Kita disuruh ngedit
sebuah naskah cerpen yang acak-acakan, seru, seru banget. Penulis yang baik
memang harus mau mengedit tulisannya sendiri.
Abis
istirahat, acaranya adalah nulis cerpen berdasarkan novel yang telah
disebutin pada malam sebelumnya. Seperti yang kubilang diawal, aku nyebut
Supernova: Ksatria, Puteri, dan Bintang Jatuh. Dan, waktu tiga jam yang
diberikan nggak bisa membuatku menyelesaikan cerpen. Alhasil, cerpen
terpaksa aku akhiri saat baru mau masuk konflik utama L
Jam
16.00 WIB, kita istirahat sampai jam 19.00. Ngobrol, mandi, beribadah,
makan, pokoknya seru. Ada juga yang jalan-jalan keliling Jogja. Aku sih tiduran
aja, sambil nyemil—beuh, Kampus Fiksi itu bak surga dunia,
ada banyak banget makanan yang bisa asal dicomot, ciyus!
Pas
udah jam 19.00, materi dilanjutkan. Kali ini adalah soal marketing di dunia
perbukuan, diisi oleh Mas Aconk. Ini fiks jadi materi yang menurutku paling
keren. Gimana nggak keren coba, baru kali ini aku dapat ilmu soal sistem
penjualan buku. Bahwa buku yang sudah lolos terbit di penerbit mayor pun nggak
akan langsung jadi best seller. Ada banyak sekali rangkaian perjalanan.
Kalian mau tahu gimana detailnya? Ikutan Kampus Fiksi aja! Ha-ha-ha.
Pokoknya kece badai.
Mas Aconk. |
Abis
materi marketing, ada evaluasi cerpen. Aku masuk kelompok yang dimentori oleh
Mbak Ayun. Dan astagaaaaa.... cerpenku nggak banyak masukan,
soalnya salahnya terlalu fatal, yaitu nggak ada intinya. Ha-ha-ha. Jadi
cerpenku itu emang kepanjangan pembuka, mungkin Mbak Ayun mau mbahas
mana-nya juga bingung kali ya. Satu-satunya masukkan yang kudapat ya cuma gini:
menulis cerpen berdasar adaptasi novel itu yang paling penting adalah bagaimana
seorang penulis mampu mengambil konflik dalam novel, dan mengolahnya sesuai
dengan imajinasi penulis. Dan cerpenku nggak ada konflik-nya L bukan nggak ada juga sih,
cuma belum sampai, tapi waktu nulis sudah abis L
Selesai
evaluasi cerpen, waktnya istirahat. Eits, pas tengah malem ada acara salat tahajud
berjamaah sama khataman Al-Quran loh buat yang muslim. Fiks Kampus Fiksi
emang keren!
------#KAMPUSFIKSI14-------
Minggu,
01 November 2015
Pagi!
Acara
pertama dimulai dengan materi keredaksian oleh...... ups, aku lupa siapa
nama ibuk-ibuk pengisi materinya, ada yang ingat nggak? Pokonya dia itu redaktur
untuk buku-buku pendidikan DivaPress. Wah, maafkan diriku yang terlalu cepat
melupakanmu?
Materinya
seru, ada game berhadiah coklat juga, tapi sayangnya bukan aku yang beruntung.
Hiks, nggak dapat coklat L
Abis
materi ini, lanjut ke materi pembahasan cerpen terpilih saja tanya jawab
seputar masalah kepenulisan fiksi oleh Pak Edi (lagi). Dapat ilmu banyak deh
pokoknya, nggak bisa dijabarin di sini.
Yes, foto bareng Pak Edi Akhiles |
Kelar,
lanjut ke materi sharing ide kreatif bersama alumni. Ada Mas Ginanjar,
alumni Kampus Fiksi Angkatan 13, udah punya novel yang keren. Doakan
kami angkatan 14 cepat menyusul punya karya ya, Mas!
Istirahat,
lalu dilanjut materi bersama Mas Mahfud, Penulis Novel Kambing dan Hujan, yang
jadi novel terbaik (iya, kan terbaik?) versi Dewan Kesenian Jakarta. Subhanallah
sekali! Mas Mahfud cerita panjang lebar gimana proses melahirkan novel
tersebut, katanya butuh 9 tahun mengandung. Wow, 9 tahun, men! Bukan cuma
9 bulan.
Selesai
materi dari Mas Mahfud, ada pengarahan dari Mbak Rina soal bimbingan online.
Jadi alumni Kampus Fiksi ini difasilitasi bimbingan dalam penulisan novel
sampai siap terbit. Kalau udah kelar, boleh diterbitin di DivaPress, boleh juga
diterbitin di penerbit lain. Wah! Pokoknya buat kamu yang mau jadi penulis, recomended
banget deh buat ikutan Kampus Fiksi!
Well, minggu malam adalah penutupan dari
serangkaian acara yang sangat luar biasa ini. Kami disuguhi sebuah video dari
hasil jepretan kamera selama acara berlangsung. Seru dan penuh haru!
Selamat
Jalan
Selamat
Bekarya
Kalian
di Hati Kami
Kami
di Hati Kalian
#KampusFiksi_14
Dan
acara berlanjut dengan foto-foto yang berujung ricuh tapi menyenangkan!
Terima
kasih Kampus Fiksi, terima kasih atas kekeluargaan yang telah kauciptakan!
Teman-teman
#KampusFiksi14, see you on top! Saat kita sudah memeluk novel
dengan nama kita masing-masing!
Solo,
03-09 November 2015
Ibnu Maj
NB: Abaikan artikel lain di-blog ini, aku lagaknya kemarin lagi ngejar
pengunjung, jadi nulis-nya berdasarkan keyword. Banyak artikel
aneh loh!
Hahaha alim *rapiin jilbab*
ReplyDeleteRedaksi namanya Mbak Munal, Ibnu
Wah.
ReplyDeleteoh iya Mbak Munal, pdahal di blog nya getar jg disebutin. Tapi aku lupa. haha. maafkan daku :(
Aduuuh. Kenapa akun googleku jadi ini sih? Aku mau komen, Mas Ibnuuu. Ini akuuu, si Incredible Black. Tapi gatau kenapa kok akunnya berubah jadi ini?:" abaikan username sama fotonya ya, Mas.
ReplyDeleteBtw.... sumpaaaah. Baca ceritamu aku makin nyesel ga banyak selfie sama kalian:""(
wahahahaha. aku juga nyesel gak banyak selfie sama yg lain, nyesel jg gak banyak ngobrol yg sampe kemana mana. haisshhh....
ReplyDeleteHanjer... kayak pasar katanya mejaku.
ReplyDeleteIbnu Keplakable
si black juga bilang kayak toserba ato apalah itu.. tapi emang iya kok.. :V
ReplyDelete